Senin, 29 Oktober 2012

MAKALAH PELAYANAN PUBLIK

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Profil Daerah Kabupaten Sragen
sr-07.jpeg
Kabupaten Sragen, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya terletak di Sragen, sekitar 30 km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di utara, Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Karanganyar di selatan, serta Kabupaten Boyolali di barat.
Kabupaten ini dikenal dengan sebutan "Bumi Sukowati"[2], nama yang digunakan sejak masa kekuasaan Kerajaan (Kasunanan) Surakarta. Nama Sragen dipakai karena pusat pemerintahan berada di Sragen. Kawasan Sangiran merupakan tempat ditemukannya fosil manusia purba dan binatang purba, yang sebagian disimpan di Museum Fosil Sangiran.
Sejarah
Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor : 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang ke- I menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.
Kronologi dan Prosesi
Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintahan yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala bangsawan muda tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda. Dalam sejarah peperangan tersebut, disebut dengan Perang Mangkubumen ( 1746 - 1757 ). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Muda dengan pasukannya dari Keraton bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati.
Di Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak, Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.

Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.
Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.
Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.
Selanjutnya sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.
Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.
Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada zaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.
Dan Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia , Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
Geografi
Sragen berada di lembah daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang mengalir ke arah timur. Sebelah utara berupa perbukitan, bagian dari sistem Pegunungan Kendeng. Sedangkan di selatan berupa pegunungan, lereng dari Gunung Lawu.
Transportasi
Sragen terletak di jalur utama Solo-Surabaya. Kabupaten ini merupakan gerbang utama sebelah timur Provinsi Jawa Tengah, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Sragen dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa (Surabaya-Yogyakarta-Jakarta) dengan stasiun terbesarnya Sragen, serta lintas Gundih-Solo Balapan dengan stasiun terbesarnya Gemolong.
Pembagian administratif
Kabupaten Sragen terdiri atas 20 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 208 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sragen.
Kabupaten Sragen dipetakan menjadi 2 wilayah: Utara Bengawan Solo dan Selatan Bengawan Solo
Utara : 11 Kec. 116 Desa dan 4 Kelurahan Potensi : pertanian, pariwisata, industri dan perdagangan.
Selatan : 9 Kec. 80 Desa dan 8 Kelurahan, Tanah relatif lebih Subur Potensi : pertanian sawah, perdagangan, industri, pariwisata.
Luas Wilayah : 94.155 Ha Luas Sawah : 40.129 Ha Tanah Kering : 54.026 Ha
2.2       Proses Keberhasilan Kab. Sragen
Reformasi birokrasi  adalah satu dari tiga langkah yang diambil oleh Pemkab Sragen dalam mewujudkan Smart Regency. Dua langkah yang lain adalah pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam mewujudkan reformasi birokrasi dalam jajarannya, Pemkab Sragen melakukan beberapa langkah di antaranya : Pertama, perubahan paradigma “dilayani menjadi melayani”. Sikap ambtenaar PNS diubah menjadi sikap melayani. Kedua, mewujudkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dengan mengoptimalkan peran satuan kerja/dinas & inovasi kelembagaan. Misalnya : pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu, Tim marketing, Tim Pemantau Fisik. Ketiga, pengelolaan Keuangan yang efisien dengan Memangkas kegiatan rutin yang tidak efisien Keempat, desentralisasi kewenangan ke Kecamatan/desa melalui small management. Kelima, memanfaatkan IT untuk e-government. 

Kantor Pelayanan Terpadu (KPT)
Sragen menjadi salah satu daerah (kabupaten) yang sukses menerapkan e-government melalui program One Stop Service (OSS) atau pelayanan satu pintu. Latar belakang kelahiran Sragen OSS adalah tuntutan masyarakat akan kemudahan dan penyederhanaan pelayanan pemerintah untuk mendorong laju perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
KPT (Kantor Pelayanan Terpadu) yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 ini mulai beroperasi resmi pada 1 Oktober 2002. Untuk mendukung pelayanan KPT, tahun 2003 dikeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2003 tentang struktur organisasi KPT Sragen.
KPT Sragen memiliki kewenangan menerima, memproses, dan menandatangani dokumen perizinan. Selain berwenang menugaskan tim teknis perizinan, kantor ini juga menyediakan uang saku dan uang makan bagi tim teknis. Retribusi yang diterima langsung disetorkan ke kas daerah sesuai rekening dinas masing-masing. Pendelegasian kewenangan pun langsung dari bupati kepada KPT.
Gaung Sragen OSS pun sampai ke mana-mana. KPT Sragen menjadi tempat studi banding berbagai daerah dan negara. Berbagai penghargaan pun diterima, seperti penghargaan Satya Abdi Praja dari Gubernur Jateng, Citra Pelayanan Prima dari Presiden, Ranking I daerah Pro Investasi di Jateng tahun 2005, Sertifikat ISO 9001-2000 dari Sucofindo International Certification Service. Selain itu KPT Sragen juga terpilih sebagai best practice modul oleh JICA Jepang dan dibuat film yang kemudian diedarkan ke berbagai kabupaten/kota di Tanah Air. Bahkan, KPT Sragen direkomendasikan Bank Pembangunan Asia dan International Finance Corporation sebagai contoh model KPT di Indonesia, dengan membuat buku panduan tentang OSS yang diedarkan di seluruh kabupaten/kota di Tanah Air.
Selain juga Best Practice Modul dari LPM UNS yang ditulis dalam buku Reformasi Pemerintah Daerah, sebagai Best practiice Modull darii JPIP Surabaya, memperoleh Sertifikat ISO 9001-2000 dari Sucofindo Internasional Certification Service, memperoleh Otonomii Award biidang Admiiniistrasii Pellayanan Publik darii JPIP Surabaya, dan menjadi model Percontohan Penerapan Sistem Pelayanan Satu Pintu (OSS) dari BKKSI..




Strategi Pelaksanaan
Beberapa strategi yang dilakukan oleh pemda Sragen dalam menyukseskan OSS adalah :

1. Mengkomunikasikan kepada masyarakat. Program e-government yang digagas kabupaten Sragen di komunikasikan melalui kata-kata yang menarik seperti “Sragen One Stop Service-Mudah, Cepat, Transparan & Pasti” . Tulisin ini dibuat mencolok dalam bentuk papan reklame dan diletakkan di tempat strategis, yakni di depan Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Cara ini dilakukan agar masyarakat tertarik dan datang ke tempat pelayanan terpadu.

2. Menghilangkan kesan “aparat” pada pegawai KPT dengan mengganti seragam pegawai dengan seragam sipil seperti halnya pegawai perusahaan swasta.

3. Mendesain ruang pelayanan yang simple. Ruangan pelayanan OSS di KPT Sragen didesain dalam bentuk ruang-ruang yang diberi sekat. Setiap perizinan dilayani dalam satu ruangan. Pemohon cukup mendatangi ruangan perizinan yang dituju dan langsung dilayani petugas. Biaya langsung dibayar di kasir yang juga berada di ruangan tersebut.

Sedangkan dalam menerapkan eGovernment, Pemkab Sragen melakukan beberapa langkah seperti :

1. Membuat Web line dengan double control
2. Menggunakan Sistem Jaringan IT  antar dinas/satuan kerja sampai dengan kecamatan dan pada 2007 akan sampai ke tingkat desa
3. Menggunakan fasilitas teleconference, tukar data, internet.
4. Mewajibkan setiap PNS (khususnya yang muda) bisa mengoperasikan komputer.
5. Menerapkan sistem online untuk daily report. Ini digunakan untuk memperlancar komunikasi dengan kecamatan.. Setiap saat, KPT bisa berkoordinasi dengan kantor kecamatan. Untuk mengetahui respons masyarakat atas pelayanan di kantor ini, setiap enam bulan sekali KPT Sragen membuat survei kepuasan pelanggan.
DESENTRALISASI KEWENANGAN
Dalam mewujudkan reformasi birokrasi, Pemkab Sragen juga menerapkan desentralisasi  kewenangan dengan langkah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada kecamatan dan desa. Beberapa kewenangan yang didesentralisasikan adalah sebagai berikut:
Tingkat Kecamatan    
Tingkat Desa
1. Pembuatan KTP dengan on line   system
2. Izin Perhelatan
3. Izin Penggunaan/penutupan jalan
4. Izin Pertunjukan/Hiburan
5. Izin Tempat Usaha (skala kecil)
6. Izin Salon (skala kecil)
7. Izin Mendirikan Bangunan
8. Izin Bahan Galian Golongan C
9. Izin Tebang dan Angkut kayu
10. Izin Rumah Makan
11. Izin Bengkel (skala kecil)
12. Penerbitan KK
13. Melaksanakan pengawasan proyek – proyekpembangunan yang ada diwilayah kecamatan.
14. Membuat rekomendasi DP3 para Kepala Unit Kerja dan Satuan Unit Kerja yang ada di kecamatan.
15. Melantik dan mengambil sumpah Lurah Desa, Pamong Desa dan anggota BPD.
16. Melaksanakan ujian tertulis Carik Desa






2.3       Hasil Keberhasil Kab. Sragen
Setelah  reformasi birokrasi diterapkan di jajaran Pemkab Sragen terdapat beberapa kemajuan yang sangat penting. Kemajuan pertama terkait dengan paradigma dan etos kerja dalam jajaran Pemkab Sragen. Diantaranya adalah : pertama, kultur PNS berubah menjadi lebih kreatif, inovatif, proaktif dan mau bekerja keras. (bekerja overtime sudah menjadi suatu hal yang biasa, bahkan di hari libur). Kemajuan kedua, ada motivasi untuk menjadi PNS yang profesional. Beberapa dinas, telah mampu menjadi konsultan untuk pelayanan one stop service, IT, microfinance, dll. Ketiga, tingkat penyelewengan (korupsi) jauh berkurang, sebab sudah diatur insentifnya secara resmi.

Sedangkan kemajuan kualitas pelayanan dapat dilihat dari dampak positif bagi perkembangan dan pembangunan Kabupaten Sragen sejak beroperasinya KPT antara lain,
1.      Semakin efisiennya pelayanan perijinan. Berdasarkan survei yang dilakukan, pelayanan yang diberikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Bahkan, pada semester I tahun 2006, tingkat kecepatan pelayanan 60 persen, Banyak izin yang bisa diselesaikan lebih cepat, seperti izin HO (gangguan dan tempat usaha), yang sebelumnya perlu berbulan-bulan, kini dalam tujuh hari bisa selesai. Bahkan, dalam praktik, sering 2-3 hari sudah selesai. Bukan hanya waktu dan biaya perizinan yang jelas, pasti, serta bebas dari pungli, proses perizinan di KPT Sragen ini pun dilakukan secara bersamaan, selesai di satu tempat maksimal dalam waktu 12 hari. Alhasil, dalam tiga tahun terakhir, bukan hanya jumlah permohonan perizinan yang meningkat, Pada tahun 2002, perizinan yang dikeluarkan kabupaten berpenduduk 850.000 jiwa ini sebanyak 2.027, tahun 2003 naik menjadi 3.170, tahun 2004 menyentuh angka 3.332, dan tahun 2005 mencapai 4.072.
2.      Meningkatnya investasi.ini adalah dampaklangsung dari pelayanan yang efisien diatas. Hingga tahun 2005, tercatat 8.105 perusahaan telah memiliki perizinan (legalitas usaha), padahal tahun 2002 baru 6.373 perusahaan. Investasi pun mengalami kenaikan menjadi 61,3 persen. Tahun 2002 sebanyak Rp 592 miliar, tahun 2003 sejumlah Rp 703 miliar, tahun 2004 mencapai Rp 926 miliar, dan tahun 2005 menjadi Rp 955 miliar.

3.      Melonjaknya nilai investasi. Nilai investasi industri mikro, kecil, dan menengah mengalami pertumbuhan sebesar 62,6 persen, yaitu tahun 2002 sebanyak Rp 33,8 miliar, tahun 2003 sejumlah Rp 35 miliar, tahun 2004 menjadi Rp 36,8 miliar, dan tahun 2005 mencapai Rp 38,7 miliar. Kenaikan signifikan juga terjadi pada investasi industri besar, dari Rp 145 miliar (2002), menjadi Rp 394,8 miliar (2003), Rp 555 miliar (2004), dan Rp 556 miliar (2005).

4.      Berkembangnya industri kecil. Pada tahun 2000 terdapat 14.811 industri kecil. Jumlah ini melonjak menjadi 16.245 pada tahun 2005.

5.      Terserapnya tenaga kerja. Pada 2005, tenaga kerja di sektor industri menjadi 46.794 orang, meningkat dari 40.785 orang pada tahun 2002. Pendapatan asli daerah (PAD) pun meningkat dari Rp 22,5 miliar (2002) menjadi Rp 40,5 miliar (2003) dan Rp 43,5 miliar (2004).

6.      Berkembangnya Aset BUMD (Bank Joko Tingkir, BPR/BKK, PDAM, Percetakan, PD PAL, Bengkel Terpadu). Pada tahun 2001 sebesar Rp. 54,490,142,000,- pada tahun 2005 menjadi 203,608,177,000,-

7.      Menurunnya jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2001 penduduk miskan berjumlah 264.025 jiwa. Namun pada tahun 2004 turun menjadi 215.641 jiwa.

8.      Meningkatnya PAD. Pada tahun 2000 senilai Rp.7,330,050,000 meningkat menjadi Rp.72,767,569,000 pada tahun 2005.


Mewujudkan Reformasi Birokrasi di Indonesia: Belajar dari Sragen
Pemda Sragen telah membangun organisasinya melalui misi baru yang dimilikinya, Sragen sebagai Smart Regency. Osborn dan Gaebler mengatakan bahwa misi mungkin merupakan satu-satunya aset terpenting bagi sebuah organisasi. Sebab bila dilakukan dengan benar, suatu pernyataan misi dapat menggerakkan suatu organisasi secara keseluruhan, dari atas sampai bawah. Pernyataan dapat membantu orang di semua tingkat untuk memutuskan apa yang semestinya mereka hentikan.

Dengan berorientasi pada pemenuhan tuntutan masyarakat akan kepuasan layanan (kemudahan dan penyederhanaan pelayanan), maka pemda Sragen telah melakukan salah satu langkah yang dianjurkan Osborn dan Gaebler yaitu menempatkan masyarakat atau pengguna jasa birokrasi sebagai pelanggan yang wajib dipuaskan kebutuhannya. Baik melalu perubahan penampilan dengan memakai baju sipil, setting kantor yang simple dan kecepatan proses pelayanan.

Memangkas jalur komunikasi dan koordinasi adalah langkah penting yang diambil oleh pemda Sragen yaitu dengan melakukan desentralisasi kewenangan kepada kecamatan dan desa dan menerapkan sistem online. Maka komunikasi dan koordinasi dengan kecamatan menjadi lebih mudah dan tidak terlalu terkesan hierarkis. Inilah strategi pengendalian yang melibatkan pegawai di bawahnya untuk turut serta bertanggung jawab menyukseskan program yang digulirkan. Perubahan perilaku atasan inilah yang menurut Osborne-Plastrik sebagai syarat pembaharuan. Para pejabat harus berani melepas kendali langsungnya terhadap manajemen. Mereka harus puas mengarahkan saja dan membiarkan orang lain melaksanakan.

Birokrasi yang terdesentralisasi menurut Osborne-Gaebler memiliki sejumlah keunggulan. Diataranya adalah : Pertama, lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel. Lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah.

Kedua, lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif. Para pekerja di lini depan adalah yang paling dekat dekat dengan masalah dan peluang. Seringkali mereka dapat menciptakan solusi terbaik.
Ketiga, lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih variatif. Sering terjadi, inovasi muncul karena gagasan yang baik berkembang dari karyawan yang benar-benar melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan pelangggan.
Keempat, lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen dan lebih besar produktivitasnya.

Koordinasi yang dilakukan antara KPT dengan kantor kecamatan. Dengan maksud untuk mengetahui respons masyarakat atas pelayanan dan survei kepuasan pelanggan yang dilakukan setiap enam bulan sekali adalah langkah kontrol sekaligus sebagai manajemen  mutu terpadu yang dilakukan oleh pemda Sragen. Osborn dan Plastrik menjelaskan bahwa strategi kontrol mengubah locus kontrol—letak keberadaan wewenang pembuatan keputusan. Strategi kontrol juga mengubah bentuk kontrol dari peraturan preskriptif menjadi nilai dan misi bersama dan akuntabilitas kinerja.

Manajemen mutu terpadu berpegang pada bagan organisasi tradisional pada puncaknya: konsep tersebut mengatakan bahwa pelanggan adalah orang terpenting dalam sebuah organisasi, mereka yang secara langsung berhadapan dengan pelanggan adalah mereka yang berada pada proses berikutnya,dan manajemen ada di sana untuk melayani mereka yang melayanipelanggan.  Pengendalian mutu terpadu menekankan pengukuran yang konstan dan perbaikan mutu.

Peningkatan kompetensi professional pada jajaran staf pemda menjadi bukti komitmen Pemkab Sragen terhadapa nilai-nilai demokrasi. Menurut Albrow, hal ini menjadi sebuah benteng pengaman yang lebih penting bagi demokrasi ketimbang system kontrol. Hal inilah yang kemudian membuat otos dan kualitas kerja para pegawai terus meningkat walau tanpa pengawasan yang ketat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Perkembangan politik, social budaya dan teknologi menjadi hal yang penting diperhatikan dalam rangka melakukan reformasi birokrasi agar lebih adaptif dan responsive. Oleh karena itu reformasi birokrasi sangat penting di wujudkan di setiap struktur pemerintahan dalam rangka mewujudkan birokrasi yang lebih efisien, berkualitas dan kemudahan aksesnya. Namun begitu, prasyarat-prasyaratnya  seperti tersedianya SDM berkualitas yang memadai, system yang baik, kordinasi yang baik antar bagian birokrasi, dan budaya kerja yang terbuka dan inovatif haruslah terlebih dahulu dipenuhi juga arah tujuan yang berorientasi kepada public itu merupakan hal yang sangat penting selain itu dimana cara pandang seorang PNS yakni seorang PNS adalah sesorang yang diciptakan untuk memberikan pelayanan bukan untuk dilayani bagaimana pun tingkat jabatannya karena Gaji dam Tunjangan yang mereka dapat bersumber dari pajak tangan-tangan masyarakat ,diibaratkan dengan kata kasarnya PNS dalah Seorang Pembantu Pemerintah yang mana majikannya adalah public

Saran
Dalam melaksanakan peoses penyelenggaraan pelayanan masyarakat haruslah berorietasi pada tujuan-tujuan yang jelas kepada public khususnya, komitmen dari seluruh lapisan Pemerintah pada wilayah tertentu haruslah dilakukan dengan aturan yang jelas dan sanksi yang keras juga pola pikir Para pemberi pelayanan (PNS) yang perlu diubah seperti hal yang dilakukan Daerah Kabupaten Sragen
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Albrow, Martin, Birokrasi (terj.), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.
Diyanto,Agus, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta: PSKK UGM, 2002..
Osborn, David dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi (terj.), Jakarta: Penerbit PPM, 2003
Osborne, David dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi (terj.), Jakarta: Penerbit PPM, 2000.
Said, Mas’ud. M, Trend Global Peningkatan pelayanan Publik, dalam Wijoyo, Suparto (ed.), Pelayanan Publik dari Dominasike Partisipasi. Surabaya: Airlangga University Press, 2006.
Tamin, Faisal, Reformasi Birokrasi, Jakarta: Penerbit Belantika.
Web Site
Sonya Hellen Sinombor dan Reny Sri ayu Taslim, Revolusi Birokrasi Sragen-Parepare dalam www.kompas.com,  9 Desember 2006.
Windraty Siallagan, eGoverment:Menuju Pelayanan Publik yang Lebih Baik dalam www.bakun.go.id
www.bdg.centrin.net.id
www.kompas.co.id, Jum’at, 16 Desember 2005
www.tempointeraktif.com, Kamis, 24 Pebruari 2005, 05.40 WIB
Kuliah Umum Bupati Sragen di Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Senin, 4  September 2006



MASIH PERLUKAN STAF AHLI DI PEMRINTAHAN
Jabatan Staf Ahli dalam roda pemerintahan sesungguhnya merupakan jabatan yang sangat strategis, karena merupakan “otak” atau “konsultan” kepala daerah di bidang tertentu atau istilah kerennya ‘Tim Kreator Pemerintah Daerah’.  Keberadaannya  diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengambil kebijakan yang tepat mengenai program pembangunan yang akan dijalankan sesuai dengan kekhususan bidangnya. Staf Ahli Kepala Daerah merupakan suatu jabatan baru yang diamanatkan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Terbentuknya jabatan ini dilatarbelakangi terpilihnya kepala daerah yang berasal dari berbagai kalangan, sehingga tidak semua kepala daerah memiliki pengalaman di bidang pemerintahan.  Untuk itu, dibutuhkan pendamping kepala daerah yang dapat memberikan saran pertimbangan terkait bidang politik, hukum, pemerintahan, perekonomian dan keuangan serta kependudukan dan sumber daya manusia.
Staf ahli, pada level lembaga atau organisasi macam apapun memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan penyediaan informasi dan analisis yang perlu dilakukan guna pembuatan keputusan tertentu.
Dalam perspektif kebijakan publik, staf ahli merupakan seorang analisis kebijakan yang berfungsi memberikan masukan atau rekomendasi (policy  adviser) yang biasanya dalam bentuk policy paper, kepada top manager  atau pada tataran pemerintah daerah peran staf ahli adalah sebagai  policy adviser bagi Kepala Daerah.
Paling tidak ada 3 (tiga) alasan mengapa keberadaan staf ahli  pemerintah daerah diperlukan : (1) Meningkatnya kompleksitas persoalan  yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah; (2) Adopsi nilai-nilai  demokrasi yang membuat pemerintah daerah harus makin transparan,  responsif dan partisipatif di dalam membuat kebijakan; (3) Makin  terbatasnya berbagai sumberdaya yang menuntut penggunaan sumberdaya  tersebut secara bijak dengan perumusan kebijakan yang akurat.
Namun pada kenyataannya ada anggapan yang berpendapat, bahwa jadi staf ahli berarti masuk kotak. Namun ada juga yang menganggap jadi staf ahli artinya sedang diparkir sementara, sambil menunggu jabatan SKPD yang lowong. Setelah ada jabatan yang lowong, maka pejabat yang bersangkutan dikembalikan ke SKPD kembali. Selain itu jabatan dari staf ahli adalah jabatan yang tidak jelas karena kepala pemerintah jarang menggunakan stah ahli dalam menentukan suatu kebijakan yang vital malah lebih banyak berkoordinasi dengan wakil kepala pemerintahn dan sekretarisnya sendiri
Hal ini akan hanya membuang- buang anggaran dalam belanja pegawai karena fungsi yang tidak jelas karena tupoksi tidak begitu terlihat walaupun diaturan semua itu jelas namun pada kenyataan kita lihay nbanyak staf ahli adalah buangan dari skpd yang tidak memiliki kompetensi yang diletakkan dalam unsure staf ahli
Bila hal ini terus di pertahankan malah akan terjadi pemborosan pengeluaran mengaji orang yang tidak berkompeten dalam organisasi dengan golongan tinggi dan eslon yang yang tinggi bagusnya kita gunakan untuk membangun dan meningkatatkan kesejahteraan masyarakat karena yang lebih penting dalam suatu daerah
        
Namun sebenarnya anggapan tersebut tidak benar, karena staf ahli memiliki peranan penting dalam memberikan masukan terhadap kebijakan daerah seorang walikota/bupati, Merujuk pada PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Pasal 36 ayat (3) PP Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan staf ahli diangkat dan diberhentikan oleh gubernur, bupati/walikota dari pegawai negeri sipil.
 Mereka dikoordinir oleh Sekretaris Daerah (Sekda). Secara struktural, staf ahli gubernur masuk eselon II a, sedangkan staf ahli bupati/walikota masuk eselon II b. Tugas dan fungsi staf ahli sepenuhnya diserahkan kepada kepala daerah. Syaratnya, tugas dan fungsi mereka harus di luar tugas dan fungsi perangkat daerah yang ada.  Staf ahli berperan mengurai jalur birokrasi yang berbelit-belit jika seorang kepala daerah ingin menjalankan program. Jika semata-mata mengandalkan birokrat, bisa saja program kepala daerah tidak terlaksana dengan baik.
Hal perlu kita disadari bahwa setiap organisasi memiliki tugas dan funsinya sendiri dalam ranah suatu pemrintahan , meraka yang diamanatkan berarti mampu menduduki dan memberikan arah perubahan terhadap suatu pemerintahan, namun pada kenyataannya kita lihat contoh dari unsur staf ahli itu sendiri  banyak memandanng sebelah mata kepala
Jarangnya kepala pemrintah menggunakan stah ahli dalam mengatur sebuah kebijakan membuat staf ahli jarang menggunakan perannya dalam memberikan tanggapan dalam mengarahkan kepala daerah dalam menentukkan kebijakan
dalam  Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Staf Ahli Kepala Daerah se-Indonesia yang merupakan forum komunikasi staf ahli kepala daerah se-Indonesia.  Dalam Rakernas ini para staf ahli dapat bertukar pikiran, pengalaman yang akhirnya akan memberi inspirasi para staf ahli untuk memberi masukan kepada para kepala daerahnya masing-masing melalui telaahan-telaahan.
Rakernas kelima dilaksanakan tanggal 13 sampai 15 Juni 2011 di Swiss-Belhotel Maleosan, Manado.  Dimana pembukaan dilakukan oleh Sekjen Kemendagri, Ibu Diah Anggraeni, bertempat di Guest House Gubernuran Bumi Beringin, Manado Senin, 13 Juni 2011, pukul 19.30 WITA.  Dalam sambutannya Ibu Diah mengatakan, bahwa bahwa tujuan Rakernas kali ini adalah untuk meningkatkan kapasitas/kemampuan staf ahli kepala daerah yang meliputi kelembagaan dan individual dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan kewajiban kepala daerah secara maksimal dalam upaya-upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.

Sebagaimana diketahui bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan merupakan issu strategis dan sekaligus menjadi prioritas pembangunan nasional Tahun 2009-2014 yang harus tertuang dalam setiap rencana kerja daerah.   Hal ini sejalan dengan Tema Rakernas, yakni “Meningkatkan kapasitas staf ahli kepala daerah dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan”.

Beberapa dirjen yang menjadi narasumber dalam Rakernas tersebut diantaranya,  Pengarahan oleh Sekjen Kemendagri, Pemaparan makalah/materi seminar masing-masing, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dirjen Otonomi Daerah, Dirjen Kesbangpol dan Dirjen Keuangan Daerah. Selain itu juga dilakukan sesi diskusi , yang ditutup dengan  Perumusan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Mendagri berkaitan dengan penguatan kelembagaan dan personil Staf Ahli Kepala Daerah. Peserta Rakernas cukup banyak, yakni sejumlah 435 orang yang terdiri dari staf ahli gubernur, staf ahli bupati dan kepala biro umum provinsi.
Tapi yang jelas bagaimana kepala daerah dan stafahli menyikapai ini semua, apabila kepala pemerintah paham dengan tupoksi staf ahli mereka akan mencari orang yang tepat untuk menduduki jabatn tersebut membantunya dalam menalisis seatu kebijakan tapi jika tidak, semua akan sama bahwa jabatan stafahli hanyalah jabatan masuk kotak dan tidak layak lagi dalam menjadi unsure organisasi pemritahan dan perlu direvisi kembali, begitupun dengan oarng- orang yang berada dalam unsur staf ahli bila apabila mereka beranggapan kalau mereka itu penting merekan akan bekerja denga kompetensen untuk mewujudkan pemerintahan yang ideal tapi  jika tidak sama hanya akan malah mengganggu roda pemerintahan saja, malah lebih baik anda pesiun saja dari pada menhabisin uang Negara

pertanyaan masih layakkan adanya stah ahli dalam organisasi pemrintahan ???


silahkan berpendapat namun sesuai dengan norma

NETRALITAS PNS VS POLITIK



Era Reformasi terdapat tiga pilar kekuatan yang menjadi pondasi  di Indonesia yang menjadi penggerak dalam jalannya pemrintah. Ini bisa disebut sebagai pegawai Negara iala adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Pegawai Negeri Sipil dan Polri atau ada stepment lain yang menyebutkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Birokrat dan Golongan Karya (Golkar). Ketiga kekuatan politik tersebut disingkat ABG.
Birokrat dalam konsep pemerintahan tersebut dapat mencakup semua pegawai negeri sipil (PNS) beserta keluarganya, dari golongan/ pangkat terendah hingga golongan/ pangkat tertinggi, mulai dari eselon terendah hingga eselon tertinggi, termasuk pegawai negeri sipil di lingkungan ABRI dan keluarga ABRI sendiri.
Pengertian golongan karya juga sangat bias. Tidak hanya mencakup semua PNS tetapi juga mencakup semua karyawan di lingkungan BUMN dapat diklaim sebagai kader atau pendukung Golkar.
ABRI yang kini berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan terpisah dengan POLRI. Ketika itu mengemban dua fungsi, fungsi sipil dan fungsi militer. Yang dimana peran dari pegawai Negara ini mempertahankan keamanan dan ketahanan NKRI
Netralitas PNS sebenarnya telah merupakan tekad dari Pemerintah semenjak dimulainya era reformasi dengan dikeluarkannya PP Nomor 5 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan PP No  12 tahun 1999 yang antara lain memuat tentang larangan terhadap PNS  untuk menjadi pengurus dan anggota partai politik. Materi ini dimuat pula pada UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian seperti tertera pada pasal 3 ayat (3) yang berbunyi: “Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.”
Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2004  tentang larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik disebutkan pada pasal 2 ayat (1) yang bunyinya: “Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik”, sedangkan pada ayat (2) berbunyi: “Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.”
Dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah, Menteri PAN telah mengeluarkan Surat Edaran no.SE/08.A.M.PAN/5/2005, antara lain disebutkan PNS dilarang terlibat dalam kegiatan untuk mensukseskan salah seorang calon Kepala Daerah, seperti kampanye, menggunakan fasilitas jabatan untuk kepentingan salah seorang calon dan membuat keputusan yang menguntungkan salah seorang calon.
Netral dalam pengertian awan  “tidak punya warna” atau “putih bersih”, karenanya dia bisa berwarna kalau diwarnai, sebaliknya apabila tidak, maka dia akan tetap putih bersih dan mempunyai karakter sendiri yang tidak mengikuti pewarnaan dari yang lain. Artinya dalam keadaan netral ada kebebasan untuk mewarnai sendiri, memilih sendiri apa yang diinginkan, hanya diri sendiri yang tahu. Netral, bukan pula selalu sama dengan tidak melakukan pilihan yang sering disebut “golongan putih” atau “tidak mau tahu” ataupun “apatisme”. Justru itu, pengertian netral.
PNS, sebagai profesi yang bersentuhan langsung dengan birokrasi dan pemerintahan, diberikan suatu  amanat  terhadap pemerintahan Indonesia yang  berorientasi pada pelayanan publik dan sama sekali tidak melakukan tindakan diskriminatif juga loyat terhadap pemrintahan Indonesia . PNS dalam perspektif teori-teori birokrasi modern sangat menekankan pentingnya menghargai sikap netralitas, rasionalitas, inpersonalitas,  Selain itu harus menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas yang normatif dan bermoral.
Netralitas dalam konteks birokrasi yang demokratis dapat diinterpretasi sebagai sikap politik yang independen dan tidak berpihak pada partai politik tertentu, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan tidak teriikat oleh siapapun, kelompok tertenti atau organisasi yang dimana mempengaruhi penerapan kebijakan yang dibuat untuk kepentingan umum
Netralitas PNS sangat dibutuhkan bagi organisasi pemerintahan yang misi utamanya adalah mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat agar terwujud kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: Pertama dengan netralitas, PNS tidak lagi terganggu dengan pekerjaan        pekerjaan yang diluar tugas dan tanggung jawabnya, sehingga lebih dfokus pada pekerjaannya.
Kedua, PNS  merasa lebih aman bekerja, punya kepastian masa depan dimana tergantung kepada hasil kerja dan prestasi kerjanya, tidak ada lagi faktor-faktor subjektif yang tidak punya standar yang pasti.
Ketiga, PNS akan berkompetisi secara sehat dalam menghasilkan prestasi, sehingga akan muncul inovasi baru dalam menyelesaikan suatu persoalan ataupun guna me­lancarkan penyelenggaraan pemerintahan.
Keempat, pemberian pelayanan akan lebih baik, karena tidak ada lagi sikap sikap yang diskriminatif ataupun adanya intervensi tertentu dalam memberikan pelayanan.
Kepatuhan atau loyal terhadap atasan hal itu juga yang dijunjung oleh pegawai negeri sipil namun dalam perwujudannya PNS hanya dapat menjalankan pekerjaan kalau pekerjaan tersebut untuk kepentingan kelancaran pemerintahan sesuai dengan peraturan perun­dangan, juga kalau untuk kepentingan bangsa dan negara, bukanlah untuk kepentingan subjektif dari seseorang walaupun yang bersangkutan adalah pimpinan. Dalam hal ini, loyalitas tidaklah hanya diukur dari segi kepatuhan seseorang pada pribadi pimpinan, tetapi kepatuhannya menjalankan tugas-tugas pemerintahan yang dibebankan kepadanya, serta ketaatannya dalam menjalankan dan menegakkan peraturan perundangan.
dikeluarkannya PP Nomor 5 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan PP No  12 tahun 1999 yang antara lain memuat tentang larangan terhadap PNS  untuk menjadi pengurus dan anggota partai politik. Materi ini dimuat pula pada UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian seperti tertera pada pasal 3 ayat (3) yang berbunyi: “Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.”
Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2004  tentang larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik disebutkan pada pasal 2 ayat (1) yang bunyinya: “Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik”, sedangkan pada ayat (2) berbunyi: “Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.”
Dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah, Menteri PAN telah mengeluarkan Surat Edaran no.SE/08.A.M.PAN/5/2005, antara lain disebutkan PNS dilarang terlibat dalam kegiatan untuk mensukseskan salah seorang calon Kepala Daerah, seperti kampanye, menggunakan fasilitas jabatan untuk kepentingan salah seorang calon dan membuat keputusan yang menguntungkan salah seorang calon.
Dengan dikeluarkan Peraturan mengenai Pegawai Negeri Sipil diharapkan Pegawai negeri sipil dapat terhiondar dari kegiatan atau interpensi dari pengaruh politik namun ironisnya sekarang ini Pegawai Negeri Sipil di Indonesia sudah terjemar dengan virus yang bernama politik hal ini terjadi disebabkan oleh dua faktor internal dan ekternal dari pegawai negeri sipil itu sendiri.
faktor internal, dan faktor eksternal. Internal adalah yang menyangkut PNS sendiri berupa: Pertama, kebiasaan bahkan sudah menjadi bakat seseorang untuk selalu ingin terlibat dalam kegiatan kegiatan politik praktis, kemungkinan karena terlalu lama berkecimpung di organisasi politik ataupun memang telah merupakan pendirian yang dianutnya.
Kedua, kurang percaya diri, kemungkinan karena tidak memiliki kemampuan baik dari segi pengetahuan ataupun ketrampilan yang dimilikinya, artinya tidak profesional.
Ketiga, ambisi yang besar untuk memperoleh jabatan tertentu, sehingga diharapkan dengan pemihakan ini akan diperoleh imbalan berupa jabatan yang akan diduduki.

Keempat, solidaritas yang kurang sesama PNS, sehingga masing masing PNS menyelamatkan diri masing-masing, yang dikenal dengan istilah “SDM” (selamatkan diri masing masing), ataupun juga terdapat “dendam” di antara PNS.
Kelima, primodialisme berupa hubungan kekeluargaan, kedaerahan, kepentingan materi, kesukuan dan sejenisnya.
Penyebab eksternal yaitu diluar diri PNS, berupa: Pertama, kebiasaaan atau kebijakan masa lalu yang cukup lama mempengaruhi pemikiran bahkan sikap dari PNS, yaitu adanya istilah monoloyalitas pada kelompok tertentu, bahkan kepada orang tertentu. Kedua, terdapat provokasi bahkan ancaman kepada PNS oleh pimpinan ataupun orang-orang yang ditugaskan pimpinan untuk mengajak PNS agar memihak. Ketiga, janji janji yang dilemparkan atau yang diutarakan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada PNS.  Keempat, masih lemahnya pengawasan dari yang berwenang terhadap yang melakukan pelanggaran aturan tentang netralitas ini, dan kurang tegasnya pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Kelima, pemanfaatan peraturan perundangan oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menggunakan PNS bagi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Hal ini-inilah sebernarnya yang menganggu kinerja oleh pegawai negeri sipil itu dimana ruang gerak dari pegawai negeri sipil tersebut sempit dari hal terkecil sampai hal-hal yang vital sekalipun terpenggaruh oleh politik
Aturan yang dibuat untuk memberikan safety bagi Pegawai Negeri Sipil pun rusak karena pengaruh partai politik aturan yang dibuat hanya menjadi sebuah hiasan belaka yang tidak begitu berarti , karena semua hal gampang tunduk terhadap politik, hal kecil yang dijadikan sample adalah dalam peletakkan posisi jabatan yang vital yang seharus diperlukannya analisis jabatan yang memperhatikan beberapa aspek seperti masa kerja, kinerja, profesinalitas, proposinalitas, dan kualitas dari pegawai tersebut namun pada kenyataannya orang-orang yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan tersebut didepak ke tempat yang justru yang tidak begitu berpengaruh dengan jalannya roda pemerintahan atau bisa dikatakan “ kalau bisa dinon jobkan kenapa tidak” , kenapa ?? karena orang yang- yang berkompeten merupakan penghambat dalam mengsukseskan tujuan- tujuan tertentu yang diluar logika, sehingga apa yang terjadi sekarang faktor biologi kedekatan yang menjadi syarat utama untuk mendapatakan suatu jabatan yang mereka inginkan, berpura-pura menjadi manusia bertopeng menghilangkan prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh PNS yang tertuang di undang-undang PNS dan KODE ETIK PNS,
Kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah kepala pemerintah yang berkendara oleh politik sehingga ketika kepala pemerintahan terpengaruh oleh politik hal ini akan berdampak pada seluruh lapisan birokrasi di Pemerintahan yang tercemar oleh politik.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka kedepan langkah yang mungkin dapat ditempuh dalam rangka memelihara dan mempertahankan Netralitas PNS tersebut antara lain: 1). Segera dilakukan revisi terhadap pasal 1 angka 4 dan 5 Undang undang No 43 tahun 1999  tentang Pokok pokok Kepegawaian yang menyebutkan bahwa Pejabat pembina kepegawaian Daerah Provinsi adalah Gubernur dan pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten/kota adalah bupati/walikota, disejalankan dengan pasal 122 ayat (4)  dan penjelasan angka 8 Undang-Undang No 32 tahun 2004 tetang Pemerintahan Daerah. Pasal 122 ayat (4), berbunyi: Sekretaris Daerah karena kedu­dukannya sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya. Pada Penjelasan angka 8 berbunyi: Berdasarkan prinsip dimaksud maka pembina kepegawaian daerah adalah pejabat karier tertinggi pada pemerintah daerah. Perlu diketahui bahwa pejabat karier tertingi pada pemerintah daerah tersebut adalah Sekretaris Daerah.
1) Sekretaris Daerah hendaknya diangkat dari pegawai yang benar-benar kompetensi dan profesinalnya dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan latar belakang pengetahuan, keterampilan, track record dan pengalamannya di bidang administrasi dan manajemen pemerintahan.
 2). Menghilangkan intervensi pejabat politis dalam menempatkan PNS  pada seluruh tingkatan eselonering disetiap unit kerja (SKPD).
3). Mutasi, rotasi, demosi maupun hukuman sampai kepada pemberhentian haruslah didasarkan pada pertimbangan objektif dan rasional yang didasari oleh kriteria yang ditetapkan dalam undang undang dan peraturan pemerintah.
4). Apabila ada PNS yang menang dalam perkara yang diajukan pada PTUN yang menyangkut status, kedudukan dan hak PNS, hendaknya wajib dieksekusi atau dilaksa­nakan, dan kalau tidak dilaksanakan maka pejabat yang ditugaskan unutk mengeksekusi tersebut diberi sanksi.
5). Pengawasan yang lebih ketat terhadap ketentuan mengenai netralitas PNS ini, sekaligus pemberian sanksi yang tegas, adil dan tidak diskriminatif bukan hanya bagi PNS, tapi juga bagi mereka/orang yang mempengaruhi PNS  untuk tidak berbuat netral.
7).        Politik adalah sebuah wadah yang digunakan untuk menapung aspirasi dari dan oleh masyarakat, sehingga layaknya dukungan pihak – pihak politk mendukung program-program yang dibuat oleh aparat birokrasi yang arah implementasiianya untuk masyarakat
8).        Meletakkan politik sesuai dengan porsinya bekerja dengan integritas untuk Negara dan daerah juga masyarakat
Kesemua hal ini bukanlah hal yang mustahil untuk daerah atau bangsa kita lakukan, perlu adanya komitmen dari masyarakat, politik dan pegawai negeri sipil tersebut dalam menenwujudkan hal ini, jangan ada saling interfensi menjatuhkan antara satu dengan yang lain bukankan Negara kita mengganut ideology pancasila yang dimana diikat oleh bhineka tunggal ika , sama kita majukan Negara kita kearah lebih baik dengan saling mendukung agar politik stabil dan netralitas PNS terjaga nama baiknya.
Guna mewujudkan apa yang dikemukakan diatas memang diperlukan kerja keras dan perobahan pola pikir (mind set)  dan kesatuan tindakan sejak dari pusat dan daerah baik legislatif maupun eksekutif termasuk para elit pemerintahan dan politik.
Tentunya juga para PNS haruslah merobah pola pikir dan perilaku yang selalu menggantungkan diri kepada seseorang atau kelompok tertentu bahkan tidak percaya diri, kepada yang mandiri dan profesional.
Kuncinya, tidak ada sesuatu yang berat asal ada kemauan dan kemampuan untuk itu, tidak hanya dalam bentuk kata kata atau tulisan, tapi dibuktikan dalam kebijakan dan tindakan. (pasti bisa)
(Setiap Orang Bebas Berargumen Untuk Menyampaikan Apa Yang Dipikirkan Namun Sesuai Dengan Normanya)

Minggu, 28 Oktober 2012

KABUPATEN KUBURAYA


Sejarah Kerajaan kubu


Penembahan KUBU, dimulai dari kedatangan 45 orang dari kampung AR RIDHA TRIM HADRALMAUT  
( sekitar tahun 1720 M atau 17 Ramadhan 1144 H ), yang diantaranya :

1. SYARIF IDRUS, keturunannya telah berkembang menyebar ke daerah Kubu.
2. SYARIF AKHMAD.
3. SYARIF ABDURRAKHMAN AS SAGAF.
4. SYARIF HUSEIN JAMALLEL yang kemudian di Indonesia menamai dirinya dengan HABIB HUSEIN AL QADRIE, menurunkan sultan-sultan Kerajaan Pontianak.

Visi Dan Misi


Visi

“ KABUPATEN KUBU RAYA TERDEPAN DAN BERKUALITAS “

TERDEPAN : mengandung pengertian bahwa Kabupaten Kubu Raya memiliki keunggulan yang kompetitif dan berkelanjutan dalam pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan pengelolaan sumber daya alam.

BERKUALITAS : mengandung pengertian tercapainya kualitas sumber daya manusia sebagai aset utama Kabupaten Kubu Raya memiliki nilai tambah, berdaya saing tinggi menuju masyarakat madani.

Misi

Untuk mewujudkan visi Kabupaten Kubu Raya terdepan, maju dan sejahtera, dirumuskan misi sebagai berikut :
  1. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kuantitas pendidikan formal dan non formal.
  2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan layanan kesehatan yang bermutu, mudah, murah, cepat dan tepat.
  3. Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana infrastruktur wilayah yang merata, layak, dan bermutu sesuai dengan dinamika sosial- ekonomi yang memperhatikan resiko dampak lingkungan kumulatif.
  4. Meningkatkan nilai penting dan menjaga kualitas serta kelestarian fungsi lingkungan hidup berikut ketersediaan sumber daya alam.
  5. Meningkatkan daya tarik, mengembangkan iklim investasi yang kondusif dan layanan perizinan yang prima serta dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat sekaligus menciptakan lapangan kerja baru yang lebih luas .
  6. Meningkatkan, mengembangkan dan memberdayakan Potensi Sumber Daya Alam, Kehutanan, Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Pertambangan, Energi, Sumberdaya Mineral, Keanekaragaman hayati, Perikanan dan Kelautan yang berkelanjutan bersamaan dengan pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan .
  7. Meningkatkan dan mengembangkan sistem Ekonomi Kerakyatan yang berbasis potensi Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi dan Kemitraan.
  8. Meningkatkan dan mengembangkan potensi sektor pembangunan Pariwisata dan Kebudayaan Daerah yang memiliki ke unik an , dan kompetitif.
  9. Meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah dan Penataan birokrasi (kelembagaan) dan Kepegawaian yang berdisipiln, Propesional, Efisien, Efektif, Kreatif dan Inovatif dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip good governance serta penegakan hukum .
  10. Meningkatkan dan mengembangkan tatanan kehidupan masyarakat yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berbudaya, dan bertoleransi sehingga menjadi basis kekuatan modal sosial budaya .

PRESTASI KABUPATEN KUBURAYA

25 Oktober 2012 10:15

Kabupaten Kubu Raya masuk nominasi lima besar terbaik nasional dalam penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTPS) tahun 2012 dalam penilaian bidang  Penanaman Modal Provinsi, Kabupaten dan Kota yang diadakan oleh BKPM dan PT Sucofindo dan tim penilaian kualifikasinya berasal dari Depdagri, Bangda, Staf Kepresidenan Serta Kementrian PAN dan RB yang telah melakukan penilaian terhadap 268 PTPS-PM se-Indonesia yang mana terdiri dari 33 Provinsi termasuk Kalbar, 170 Kabupaten dan 62 Kota.

Masuknya Kubu Raya menjadi nominasi 5 besar dalam penilaian PTPS Terbaik Nasional tahun 2012 ini menjadi modal untuk meningkatkan pelayanan dibidang perizinan yang lebih baik dan keberhasilan ini juga tidak lepas dari dukungan dari semua pihak SKPD maupun masyarakat yang memenuhi persyaratan dalam mengajukan perizinan ungkap Kepala BPMPT, Maria Agustina.

Proses penilaian tersebut dimulai dari tanggal 27 September 2012 lalu PTPS Kubu Raya telah ditetapkan BKPM masuk dalam 40 nominasi PTPS kota dan 20 Nominasi PTPS Kabupaten. Sehingga tanggal 3-6 Oktober 2012 di Hotel Santika Premiere Jakarta BPMPT Kubu Raya di minta memaparkan bidang penanaman modal selaku Leading sektor PTPS dan pada tanggal 12 Oktober maka BPMPT Kubu Raya masuk dalam 5 terbaik Nasional.

Adapun kesiapan yang dilakukan BPMPT Kabupaten Kubu Raya mengenai PTPS –PM ini mempersiapkan mulai dari dasar hukum penyelengaraan, pelimpahan kewenangan serta mekanisme pelayanan SOP antara lain pola paralel, non paralel, pembayaran retribusi dan one stop system (Simyandu) serta proses perizinan maupun non perizinan yang diterbitkan serta Indeks kepuasan masyarakat (IKM).

Walaupun Kabupaten Kubu Raya baru terbentuk lima tahun tetapi kubu raya mampu membuktikan dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat dengan menerapkan pola pola yang memudahkan tanpa mengesampingkan aturan yang ada dan tak kalah dari  empat nominasi lainnya yaitu Seragen, Purwakarta, Magelang dan Trenggalek.

Menurut Maria Agustina rencana penyerahan penghargaan ini akan dilangsungkan di Gedung Suhartoyo Badan Penanaman Modal RI di Jakarta pada tanggal 12 November 2012.