BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Profil Daerah Kabupaten Sragen
Kabupaten
Sragen, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya terletak di
Sragen, sekitar 30 km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kabupaten Grobogan di utara, Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di timur,
Kabupaten Karanganyar di selatan, serta Kabupaten Boyolali di barat.
Kabupaten
ini dikenal dengan sebutan "Bumi Sukowati"[2], nama yang digunakan
sejak masa kekuasaan Kerajaan (Kasunanan) Surakarta. Nama Sragen dipakai karena
pusat pemerintahan berada di Sragen. Kawasan Sangiran merupakan tempat
ditemukannya fosil manusia purba dan binatang purba, yang sebagian disimpan di
Museum Fosil Sangiran.
Sejarah
Hari
Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor : 4 Tahun 1987, yaitu pada
hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu tersebut adalah dari
hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi
yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang ke- I menancapkan tonggak
pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat
dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk
tlatah Sukowati sebelah timur.
Kronologi dan Prosesi
Pangeran
Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis
Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai
Pemerintahan yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala
bangsawan muda tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda.
Dalam sejarah peperangan tersebut, disebut dengan Perang Mangkubumen ( 1746 -
1757 ). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Muda dengan pasukannya dari Keraton
bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang,
Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko
masuk tlatah Sukowati.
Di
Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak,
Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Beliau
meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa
pejabat Pemerintahan.
Karena
secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta –
Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak
tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa
Pandak Karangnongko.
Sejak
itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan,
Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh,
Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.
Dengan
daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus
menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan
saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun
1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta
dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku
Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said
ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah
Kasunanan Surakarta.
Selanjutnya
sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII
yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk
menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu
Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah
satunya adalah Pos Tundan Sragen.
Perkembangan
selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan
persetujuan Residen Surakarta baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan
tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian
berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi
dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu
oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Sejak
tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu
Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.
Selanjutnya
sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus
dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen
disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada
zaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten
Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan
Pemerintahan.
Dan
Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia , Kabupaten
Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
Geografi
Sragen
berada di lembah daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang mengalir ke arah
timur. Sebelah utara berupa perbukitan, bagian dari sistem Pegunungan Kendeng.
Sedangkan di selatan berupa pegunungan, lereng dari Gunung Lawu.
Transportasi
Sragen
terletak di jalur utama Solo-Surabaya. Kabupaten ini merupakan gerbang utama
sebelah timur Provinsi Jawa Tengah, yang berbatasan langsung dengan Provinsi
Jawa Timur. Sragen dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa
(Surabaya-Yogyakarta-Jakarta) dengan stasiun terbesarnya Sragen, serta lintas
Gundih-Solo Balapan dengan stasiun terbesarnya Gemolong.
Pembagian administratif
Kabupaten
Sragen terdiri atas 20 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 208 desa dan
kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sragen.
Kabupaten
Sragen dipetakan menjadi 2 wilayah: Utara Bengawan Solo dan Selatan Bengawan
Solo
Utara
: 11 Kec. 116 Desa dan 4 Kelurahan Potensi : pertanian, pariwisata, industri
dan perdagangan.
Selatan
: 9 Kec. 80 Desa dan 8 Kelurahan, Tanah relatif lebih Subur Potensi : pertanian
sawah, perdagangan, industri, pariwisata.
Luas
Wilayah : 94.155 Ha Luas Sawah : 40.129 Ha Tanah Kering : 54.026 Ha
2.2 Proses Keberhasilan Kab. Sragen
Reformasi
birokrasi adalah satu dari tiga langkah
yang diambil oleh Pemkab Sragen dalam mewujudkan Smart Regency. Dua langkah
yang lain adalah pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam
mewujudkan reformasi birokrasi dalam jajarannya, Pemkab Sragen melakukan
beberapa langkah di antaranya : Pertama, perubahan paradigma “dilayani menjadi
melayani”. Sikap ambtenaar PNS diubah menjadi sikap melayani. Kedua, mewujudkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dengan mengoptimalkan peran satuan
kerja/dinas & inovasi kelembagaan. Misalnya : pembentukan Kantor Pelayanan
Terpadu, Tim marketing, Tim Pemantau Fisik. Ketiga, pengelolaan Keuangan yang
efisien dengan Memangkas kegiatan rutin yang tidak efisien Keempat, desentralisasi
kewenangan ke Kecamatan/desa melalui small management. Kelima, memanfaatkan IT
untuk e-government.
Kantor Pelayanan Terpadu (KPT)
Sragen
menjadi salah satu daerah (kabupaten) yang sukses menerapkan e-government
melalui program One Stop Service (OSS) atau pelayanan satu pintu. Latar
belakang kelahiran Sragen OSS adalah tuntutan masyarakat akan kemudahan dan
penyederhanaan pelayanan pemerintah untuk mendorong laju perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat.
KPT
(Kantor Pelayanan Terpadu) yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor
17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 ini mulai beroperasi resmi pada 1 Oktober
2002. Untuk mendukung pelayanan KPT, tahun 2003 dikeluarkan Peraturan Daerah
(Perda) Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2003 tentang struktur organisasi KPT
Sragen.
KPT
Sragen memiliki kewenangan menerima, memproses, dan menandatangani dokumen
perizinan. Selain berwenang menugaskan tim teknis perizinan, kantor ini juga
menyediakan uang saku dan uang makan bagi tim teknis. Retribusi yang diterima
langsung disetorkan ke kas daerah sesuai rekening dinas masing-masing.
Pendelegasian kewenangan pun langsung dari bupati kepada KPT.
Gaung
Sragen OSS pun sampai ke mana-mana. KPT Sragen menjadi tempat studi banding
berbagai daerah dan negara. Berbagai penghargaan pun diterima, seperti
penghargaan Satya Abdi Praja dari Gubernur Jateng, Citra Pelayanan Prima dari
Presiden, Ranking I daerah Pro Investasi di Jateng tahun 2005, Sertifikat ISO
9001-2000 dari Sucofindo International Certification Service. Selain itu KPT
Sragen juga terpilih sebagai best practice modul oleh JICA Jepang dan dibuat
film yang kemudian diedarkan ke berbagai kabupaten/kota di Tanah Air. Bahkan,
KPT Sragen direkomendasikan Bank Pembangunan Asia dan International Finance
Corporation sebagai contoh model KPT di Indonesia, dengan membuat buku panduan
tentang OSS yang diedarkan di seluruh kabupaten/kota di Tanah Air.
Selain
juga Best Practice Modul dari LPM UNS yang ditulis dalam buku Reformasi
Pemerintah Daerah, sebagai Best practiice Modull darii JPIP Surabaya,
memperoleh Sertifikat ISO 9001-2000 dari Sucofindo Internasional Certification
Service, memperoleh Otonomii Award biidang Admiiniistrasii Pellayanan Publik
darii JPIP Surabaya, dan menjadi model Percontohan Penerapan Sistem Pelayanan Satu
Pintu (OSS) dari BKKSI..
Strategi Pelaksanaan
Beberapa
strategi yang dilakukan oleh pemda Sragen dalam menyukseskan OSS adalah :
1.
Mengkomunikasikan kepada masyarakat. Program e-government yang digagas
kabupaten Sragen di komunikasikan melalui kata-kata yang menarik seperti
“Sragen One Stop Service-Mudah, Cepat, Transparan & Pasti” . Tulisin ini
dibuat mencolok dalam bentuk papan reklame dan diletakkan di tempat strategis,
yakni di depan Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Cara ini dilakukan
agar masyarakat tertarik dan datang ke tempat pelayanan terpadu.
2.
Menghilangkan kesan “aparat” pada pegawai KPT dengan mengganti seragam pegawai
dengan seragam sipil seperti halnya pegawai perusahaan swasta.
3.
Mendesain ruang pelayanan yang simple. Ruangan pelayanan OSS di KPT Sragen
didesain dalam bentuk ruang-ruang yang diberi sekat. Setiap perizinan dilayani
dalam satu ruangan. Pemohon cukup mendatangi ruangan perizinan yang dituju dan
langsung dilayani petugas. Biaya langsung dibayar di kasir yang juga berada di
ruangan tersebut.
Sedangkan
dalam menerapkan eGovernment, Pemkab Sragen melakukan beberapa langkah seperti
:
1.
Membuat Web line dengan double control
2.
Menggunakan Sistem Jaringan IT antar
dinas/satuan kerja sampai dengan kecamatan dan pada 2007 akan sampai ke tingkat
desa
3.
Menggunakan fasilitas teleconference, tukar data, internet.
4.
Mewajibkan setiap PNS (khususnya yang muda) bisa mengoperasikan komputer.
5.
Menerapkan sistem online untuk daily report. Ini digunakan untuk memperlancar
komunikasi dengan kecamatan.. Setiap saat, KPT bisa berkoordinasi dengan kantor
kecamatan. Untuk mengetahui respons masyarakat atas pelayanan di kantor ini,
setiap enam bulan sekali KPT Sragen membuat survei kepuasan pelanggan.
DESENTRALISASI KEWENANGAN
Dalam
mewujudkan reformasi birokrasi, Pemkab Sragen juga menerapkan
desentralisasi kewenangan dengan langkah
melimpahkan sebagian wewenangnya kepada kecamatan dan desa. Beberapa kewenangan
yang didesentralisasikan adalah sebagai berikut:
Tingkat
Kecamatan
Tingkat
Desa
1.
Pembuatan KTP dengan on line system
2.
Izin Perhelatan
3.
Izin Penggunaan/penutupan jalan
4.
Izin Pertunjukan/Hiburan
5.
Izin Tempat Usaha (skala kecil)
6.
Izin Salon (skala kecil)
7.
Izin Mendirikan Bangunan
8.
Izin Bahan Galian Golongan C
9.
Izin Tebang dan Angkut kayu
10.
Izin Rumah Makan
11.
Izin Bengkel (skala kecil)
12.
Penerbitan KK
13.
Melaksanakan pengawasan proyek – proyekpembangunan yang ada diwilayah
kecamatan.
14.
Membuat rekomendasi DP3 para Kepala Unit Kerja dan Satuan Unit Kerja yang ada
di kecamatan.
15.
Melantik dan mengambil sumpah Lurah Desa, Pamong Desa dan anggota BPD.
16.
Melaksanakan ujian tertulis Carik Desa
2.3 Hasil Keberhasil Kab. Sragen
Setelah reformasi birokrasi diterapkan di jajaran
Pemkab Sragen terdapat beberapa kemajuan yang sangat penting. Kemajuan pertama
terkait dengan paradigma dan etos kerja dalam jajaran Pemkab Sragen.
Diantaranya adalah : pertama, kultur PNS berubah menjadi lebih kreatif,
inovatif, proaktif dan mau bekerja keras. (bekerja overtime sudah menjadi suatu
hal yang biasa, bahkan di hari libur). Kemajuan kedua, ada motivasi untuk
menjadi PNS yang profesional. Beberapa dinas, telah mampu menjadi konsultan
untuk pelayanan one stop service, IT, microfinance, dll. Ketiga, tingkat
penyelewengan (korupsi) jauh berkurang, sebab sudah diatur insentifnya secara
resmi.
Sedangkan
kemajuan kualitas pelayanan dapat dilihat dari dampak positif bagi perkembangan
dan pembangunan Kabupaten Sragen sejak beroperasinya KPT antara lain,
1. Semakin
efisiennya pelayanan perijinan. Berdasarkan survei yang dilakukan, pelayanan
yang diberikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Bahkan, pada semester I
tahun 2006, tingkat kecepatan pelayanan 60 persen, Banyak izin yang bisa
diselesaikan lebih cepat, seperti izin HO (gangguan dan tempat usaha), yang
sebelumnya perlu berbulan-bulan, kini dalam tujuh hari bisa selesai. Bahkan,
dalam praktik, sering 2-3 hari sudah selesai. Bukan hanya waktu dan biaya perizinan
yang jelas, pasti, serta bebas dari pungli, proses perizinan di KPT Sragen ini
pun dilakukan secara bersamaan, selesai di satu tempat maksimal dalam waktu 12
hari. Alhasil, dalam tiga tahun terakhir, bukan hanya jumlah permohonan
perizinan yang meningkat, Pada tahun 2002, perizinan yang dikeluarkan kabupaten
berpenduduk 850.000 jiwa ini sebanyak 2.027, tahun 2003 naik menjadi 3.170,
tahun 2004 menyentuh angka 3.332, dan tahun 2005 mencapai 4.072.
2. Meningkatnya
investasi.ini adalah dampaklangsung dari pelayanan yang efisien diatas. Hingga
tahun 2005, tercatat 8.105 perusahaan telah memiliki perizinan (legalitas
usaha), padahal tahun 2002 baru 6.373 perusahaan. Investasi pun mengalami
kenaikan menjadi 61,3 persen. Tahun 2002 sebanyak Rp 592 miliar, tahun 2003
sejumlah Rp 703 miliar, tahun 2004 mencapai Rp 926 miliar, dan tahun 2005
menjadi Rp 955 miliar.
3. Melonjaknya
nilai investasi. Nilai investasi industri mikro, kecil, dan menengah mengalami
pertumbuhan sebesar 62,6 persen, yaitu tahun 2002 sebanyak Rp 33,8 miliar,
tahun 2003 sejumlah Rp 35 miliar, tahun 2004 menjadi Rp 36,8 miliar, dan tahun
2005 mencapai Rp 38,7 miliar. Kenaikan signifikan juga terjadi pada investasi
industri besar, dari Rp 145 miliar (2002), menjadi Rp 394,8 miliar (2003), Rp
555 miliar (2004), dan Rp 556 miliar (2005).
4. Berkembangnya
industri kecil. Pada tahun 2000 terdapat 14.811 industri kecil. Jumlah ini
melonjak menjadi 16.245 pada tahun 2005.
5. Terserapnya
tenaga kerja. Pada 2005, tenaga kerja di sektor industri menjadi 46.794 orang,
meningkat dari 40.785 orang pada tahun 2002. Pendapatan asli daerah (PAD) pun
meningkat dari Rp 22,5 miliar (2002) menjadi Rp 40,5 miliar (2003) dan Rp 43,5
miliar (2004).
6. Berkembangnya
Aset BUMD (Bank Joko Tingkir, BPR/BKK, PDAM, Percetakan, PD PAL, Bengkel
Terpadu). Pada tahun 2001 sebesar Rp. 54,490,142,000,- pada tahun 2005 menjadi
203,608,177,000,-
7. Menurunnya
jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2001 penduduk miskan berjumlah 264.025 jiwa.
Namun pada tahun 2004 turun menjadi 215.641 jiwa.
8. Meningkatnya
PAD. Pada tahun 2000 senilai Rp.7,330,050,000 meningkat menjadi
Rp.72,767,569,000 pada tahun 2005.
Mewujudkan Reformasi Birokrasi di
Indonesia: Belajar dari Sragen
Pemda
Sragen telah membangun organisasinya melalui misi baru yang dimilikinya, Sragen
sebagai Smart Regency. Osborn dan Gaebler mengatakan bahwa misi mungkin
merupakan satu-satunya aset terpenting bagi sebuah organisasi. Sebab bila
dilakukan dengan benar, suatu pernyataan misi dapat menggerakkan suatu
organisasi secara keseluruhan, dari atas sampai bawah. Pernyataan dapat
membantu orang di semua tingkat untuk memutuskan apa yang semestinya mereka
hentikan.
Dengan
berorientasi pada pemenuhan tuntutan masyarakat akan kepuasan layanan
(kemudahan dan penyederhanaan pelayanan), maka pemda Sragen telah melakukan
salah satu langkah yang dianjurkan Osborn dan Gaebler yaitu menempatkan
masyarakat atau pengguna jasa birokrasi sebagai pelanggan yang wajib dipuaskan
kebutuhannya. Baik melalu perubahan penampilan dengan memakai baju sipil, setting
kantor yang simple dan kecepatan proses pelayanan.
Memangkas
jalur komunikasi dan koordinasi adalah langkah penting yang diambil oleh pemda
Sragen yaitu dengan melakukan desentralisasi kewenangan kepada kecamatan dan
desa dan menerapkan sistem online. Maka komunikasi dan koordinasi dengan
kecamatan menjadi lebih mudah dan tidak terlalu terkesan hierarkis. Inilah
strategi pengendalian yang melibatkan pegawai di bawahnya untuk turut serta
bertanggung jawab menyukseskan program yang digulirkan. Perubahan perilaku
atasan inilah yang menurut Osborne-Plastrik sebagai syarat pembaharuan. Para
pejabat harus berani melepas kendali langsungnya terhadap manajemen. Mereka
harus puas mengarahkan saja dan membiarkan orang lain melaksanakan.
Birokrasi
yang terdesentralisasi menurut Osborne-Gaebler memiliki sejumlah keunggulan.
Diataranya adalah : Pertama, lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih
fleksibel. Lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap
lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah.
Kedua,
lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif. Para pekerja di lini depan adalah
yang paling dekat dekat dengan masalah dan peluang. Seringkali mereka dapat
menciptakan solusi terbaik.
Ketiga,
lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih variatif. Sering terjadi, inovasi
muncul karena gagasan yang baik berkembang dari karyawan yang benar-benar
melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan pelangggan.
Keempat,
lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi,
lebih banyak komitmen dan lebih besar produktivitasnya.
Koordinasi
yang dilakukan antara KPT dengan kantor kecamatan. Dengan maksud untuk
mengetahui respons masyarakat atas pelayanan dan survei kepuasan pelanggan yang
dilakukan setiap enam bulan sekali adalah langkah kontrol sekaligus sebagai
manajemen mutu terpadu yang dilakukan
oleh pemda Sragen. Osborn dan Plastrik menjelaskan bahwa strategi kontrol
mengubah locus kontrol—letak keberadaan wewenang pembuatan keputusan. Strategi
kontrol juga mengubah bentuk kontrol dari peraturan preskriptif menjadi nilai
dan misi bersama dan akuntabilitas kinerja.
Manajemen
mutu terpadu berpegang pada bagan organisasi tradisional pada puncaknya: konsep
tersebut mengatakan bahwa pelanggan adalah orang terpenting dalam sebuah
organisasi, mereka yang secara langsung berhadapan dengan pelanggan adalah
mereka yang berada pada proses berikutnya,dan manajemen ada di sana untuk
melayani mereka yang melayanipelanggan.
Pengendalian mutu terpadu menekankan pengukuran yang konstan dan
perbaikan mutu.
Peningkatan
kompetensi professional pada jajaran staf pemda menjadi bukti komitmen Pemkab
Sragen terhadapa nilai-nilai demokrasi. Menurut Albrow, hal ini menjadi sebuah
benteng pengaman yang lebih penting bagi demokrasi ketimbang system kontrol.
Hal inilah yang kemudian membuat otos dan kualitas kerja para pegawai terus
meningkat walau tanpa pengawasan yang ketat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan
Saran
Kesimpulan
Perkembangan
politik, social budaya dan teknologi menjadi hal yang penting diperhatikan
dalam rangka melakukan reformasi birokrasi agar lebih adaptif dan responsive.
Oleh karena itu reformasi birokrasi sangat penting di wujudkan di setiap
struktur pemerintahan dalam rangka mewujudkan birokrasi yang lebih efisien,
berkualitas dan kemudahan aksesnya. Namun begitu, prasyarat-prasyaratnya seperti tersedianya SDM berkualitas yang
memadai, system yang baik, kordinasi yang baik antar bagian birokrasi, dan
budaya kerja yang terbuka dan inovatif haruslah terlebih dahulu dipenuhi juga
arah tujuan yang berorientasi kepada public itu merupakan hal yang sangat
penting selain itu dimana cara pandang seorang PNS yakni seorang PNS adalah
sesorang yang diciptakan untuk memberikan pelayanan bukan untuk dilayani
bagaimana pun tingkat jabatannya karena Gaji dam Tunjangan yang mereka dapat
bersumber dari pajak tangan-tangan masyarakat ,diibaratkan dengan kata kasarnya
PNS dalah Seorang Pembantu Pemerintah yang mana majikannya adalah public
Saran
Dalam
melaksanakan peoses penyelenggaraan pelayanan masyarakat haruslah berorietasi
pada tujuan-tujuan yang jelas kepada public khususnya, komitmen dari seluruh
lapisan Pemerintah pada wilayah tertentu haruslah dilakukan dengan aturan yang
jelas dan sanksi yang keras juga pola pikir Para pemberi pelayanan (PNS) yang
perlu diubah seperti hal yang dilakukan Daerah Kabupaten Sragen
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Albrow, Martin,
Birokrasi (terj.), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.
Diyanto,Agus, Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta: PSKK UGM, 2002..
Osborn, David dan Ted
Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi (terj.), Jakarta: Penerbit PPM, 2003
Osborne, David dan
Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi (terj.), Jakarta: Penerbit PPM, 2000.
Said, Mas’ud. M, Trend
Global Peningkatan pelayanan Publik, dalam Wijoyo, Suparto (ed.), Pelayanan Publik
dari Dominasike Partisipasi. Surabaya: Airlangga University Press, 2006.
Tamin, Faisal,
Reformasi Birokrasi, Jakarta: Penerbit Belantika.
Web Site
Sonya Hellen Sinombor
dan Reny Sri ayu Taslim, Revolusi Birokrasi Sragen-Parepare dalam
www.kompas.com, 9 Desember 2006.
Windraty Siallagan,
eGoverment:Menuju Pelayanan Publik yang Lebih Baik dalam www.bakun.go.id
www.bdg.centrin.net.id
www.kompas.co.id,
Jum’at, 16 Desember 2005
www.tempointeraktif.com,
Kamis, 24 Pebruari 2005, 05.40 WIB
Kuliah Umum Bupati
Sragen di Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Senin, 4 September 2006