Senin, 29 Oktober 2012

MASIH PERLUKAN STAF AHLI DI PEMRINTAHAN
Jabatan Staf Ahli dalam roda pemerintahan sesungguhnya merupakan jabatan yang sangat strategis, karena merupakan “otak” atau “konsultan” kepala daerah di bidang tertentu atau istilah kerennya ‘Tim Kreator Pemerintah Daerah’.  Keberadaannya  diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengambil kebijakan yang tepat mengenai program pembangunan yang akan dijalankan sesuai dengan kekhususan bidangnya. Staf Ahli Kepala Daerah merupakan suatu jabatan baru yang diamanatkan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Terbentuknya jabatan ini dilatarbelakangi terpilihnya kepala daerah yang berasal dari berbagai kalangan, sehingga tidak semua kepala daerah memiliki pengalaman di bidang pemerintahan.  Untuk itu, dibutuhkan pendamping kepala daerah yang dapat memberikan saran pertimbangan terkait bidang politik, hukum, pemerintahan, perekonomian dan keuangan serta kependudukan dan sumber daya manusia.
Staf ahli, pada level lembaga atau organisasi macam apapun memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan penyediaan informasi dan analisis yang perlu dilakukan guna pembuatan keputusan tertentu.
Dalam perspektif kebijakan publik, staf ahli merupakan seorang analisis kebijakan yang berfungsi memberikan masukan atau rekomendasi (policy  adviser) yang biasanya dalam bentuk policy paper, kepada top manager  atau pada tataran pemerintah daerah peran staf ahli adalah sebagai  policy adviser bagi Kepala Daerah.
Paling tidak ada 3 (tiga) alasan mengapa keberadaan staf ahli  pemerintah daerah diperlukan : (1) Meningkatnya kompleksitas persoalan  yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah; (2) Adopsi nilai-nilai  demokrasi yang membuat pemerintah daerah harus makin transparan,  responsif dan partisipatif di dalam membuat kebijakan; (3) Makin  terbatasnya berbagai sumberdaya yang menuntut penggunaan sumberdaya  tersebut secara bijak dengan perumusan kebijakan yang akurat.
Namun pada kenyataannya ada anggapan yang berpendapat, bahwa jadi staf ahli berarti masuk kotak. Namun ada juga yang menganggap jadi staf ahli artinya sedang diparkir sementara, sambil menunggu jabatan SKPD yang lowong. Setelah ada jabatan yang lowong, maka pejabat yang bersangkutan dikembalikan ke SKPD kembali. Selain itu jabatan dari staf ahli adalah jabatan yang tidak jelas karena kepala pemerintah jarang menggunakan stah ahli dalam menentukan suatu kebijakan yang vital malah lebih banyak berkoordinasi dengan wakil kepala pemerintahn dan sekretarisnya sendiri
Hal ini akan hanya membuang- buang anggaran dalam belanja pegawai karena fungsi yang tidak jelas karena tupoksi tidak begitu terlihat walaupun diaturan semua itu jelas namun pada kenyataan kita lihay nbanyak staf ahli adalah buangan dari skpd yang tidak memiliki kompetensi yang diletakkan dalam unsure staf ahli
Bila hal ini terus di pertahankan malah akan terjadi pemborosan pengeluaran mengaji orang yang tidak berkompeten dalam organisasi dengan golongan tinggi dan eslon yang yang tinggi bagusnya kita gunakan untuk membangun dan meningkatatkan kesejahteraan masyarakat karena yang lebih penting dalam suatu daerah
        
Namun sebenarnya anggapan tersebut tidak benar, karena staf ahli memiliki peranan penting dalam memberikan masukan terhadap kebijakan daerah seorang walikota/bupati, Merujuk pada PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Pasal 36 ayat (3) PP Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan staf ahli diangkat dan diberhentikan oleh gubernur, bupati/walikota dari pegawai negeri sipil.
 Mereka dikoordinir oleh Sekretaris Daerah (Sekda). Secara struktural, staf ahli gubernur masuk eselon II a, sedangkan staf ahli bupati/walikota masuk eselon II b. Tugas dan fungsi staf ahli sepenuhnya diserahkan kepada kepala daerah. Syaratnya, tugas dan fungsi mereka harus di luar tugas dan fungsi perangkat daerah yang ada.  Staf ahli berperan mengurai jalur birokrasi yang berbelit-belit jika seorang kepala daerah ingin menjalankan program. Jika semata-mata mengandalkan birokrat, bisa saja program kepala daerah tidak terlaksana dengan baik.
Hal perlu kita disadari bahwa setiap organisasi memiliki tugas dan funsinya sendiri dalam ranah suatu pemrintahan , meraka yang diamanatkan berarti mampu menduduki dan memberikan arah perubahan terhadap suatu pemerintahan, namun pada kenyataannya kita lihat contoh dari unsur staf ahli itu sendiri  banyak memandanng sebelah mata kepala
Jarangnya kepala pemrintah menggunakan stah ahli dalam mengatur sebuah kebijakan membuat staf ahli jarang menggunakan perannya dalam memberikan tanggapan dalam mengarahkan kepala daerah dalam menentukkan kebijakan
dalam  Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Staf Ahli Kepala Daerah se-Indonesia yang merupakan forum komunikasi staf ahli kepala daerah se-Indonesia.  Dalam Rakernas ini para staf ahli dapat bertukar pikiran, pengalaman yang akhirnya akan memberi inspirasi para staf ahli untuk memberi masukan kepada para kepala daerahnya masing-masing melalui telaahan-telaahan.
Rakernas kelima dilaksanakan tanggal 13 sampai 15 Juni 2011 di Swiss-Belhotel Maleosan, Manado.  Dimana pembukaan dilakukan oleh Sekjen Kemendagri, Ibu Diah Anggraeni, bertempat di Guest House Gubernuran Bumi Beringin, Manado Senin, 13 Juni 2011, pukul 19.30 WITA.  Dalam sambutannya Ibu Diah mengatakan, bahwa bahwa tujuan Rakernas kali ini adalah untuk meningkatkan kapasitas/kemampuan staf ahli kepala daerah yang meliputi kelembagaan dan individual dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan kewajiban kepala daerah secara maksimal dalam upaya-upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.

Sebagaimana diketahui bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan merupakan issu strategis dan sekaligus menjadi prioritas pembangunan nasional Tahun 2009-2014 yang harus tertuang dalam setiap rencana kerja daerah.   Hal ini sejalan dengan Tema Rakernas, yakni “Meningkatkan kapasitas staf ahli kepala daerah dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan”.

Beberapa dirjen yang menjadi narasumber dalam Rakernas tersebut diantaranya,  Pengarahan oleh Sekjen Kemendagri, Pemaparan makalah/materi seminar masing-masing, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dirjen Otonomi Daerah, Dirjen Kesbangpol dan Dirjen Keuangan Daerah. Selain itu juga dilakukan sesi diskusi , yang ditutup dengan  Perumusan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Mendagri berkaitan dengan penguatan kelembagaan dan personil Staf Ahli Kepala Daerah. Peserta Rakernas cukup banyak, yakni sejumlah 435 orang yang terdiri dari staf ahli gubernur, staf ahli bupati dan kepala biro umum provinsi.
Tapi yang jelas bagaimana kepala daerah dan stafahli menyikapai ini semua, apabila kepala pemerintah paham dengan tupoksi staf ahli mereka akan mencari orang yang tepat untuk menduduki jabatn tersebut membantunya dalam menalisis seatu kebijakan tapi jika tidak, semua akan sama bahwa jabatan stafahli hanyalah jabatan masuk kotak dan tidak layak lagi dalam menjadi unsure organisasi pemritahan dan perlu direvisi kembali, begitupun dengan oarng- orang yang berada dalam unsur staf ahli bila apabila mereka beranggapan kalau mereka itu penting merekan akan bekerja denga kompetensen untuk mewujudkan pemerintahan yang ideal tapi  jika tidak sama hanya akan malah mengganggu roda pemerintahan saja, malah lebih baik anda pesiun saja dari pada menhabisin uang Negara

pertanyaan masih layakkan adanya stah ahli dalam organisasi pemrintahan ???


silahkan berpendapat namun sesuai dengan norma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar