MASIH PERLUKAN STAF
AHLI DI PEMRINTAHAN
Jabatan Staf Ahli dalam roda
pemerintahan sesungguhnya merupakan jabatan yang sangat strategis, karena
merupakan “otak” atau “konsultan” kepala daerah di bidang tertentu atau istilah
kerennya ‘Tim Kreator Pemerintah Daerah’.
Keberadaannya diharapkan dapat
memberikan masukan dalam mengambil kebijakan yang tepat mengenai program
pembangunan yang akan dijalankan sesuai dengan kekhususan bidangnya. Staf Ahli
Kepala Daerah merupakan suatu jabatan baru yang diamanatkan PP Nomor 41 Tahun
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri 57 tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Terbentuknya jabatan ini
dilatarbelakangi terpilihnya kepala daerah yang berasal dari berbagai kalangan,
sehingga tidak semua kepala daerah memiliki pengalaman di bidang
pemerintahan. Untuk itu, dibutuhkan
pendamping kepala daerah yang dapat memberikan saran pertimbangan terkait
bidang politik, hukum, pemerintahan, perekonomian dan keuangan serta
kependudukan dan sumber daya manusia.
Staf ahli, pada level lembaga
atau organisasi macam apapun memiliki peran yang sangat strategis dalam
menentukan penyediaan informasi dan analisis yang perlu dilakukan guna
pembuatan keputusan tertentu.
Dalam perspektif kebijakan publik,
staf ahli merupakan seorang analisis kebijakan yang berfungsi memberikan
masukan atau rekomendasi (policy
adviser) yang biasanya dalam bentuk policy paper, kepada top
manager atau pada tataran pemerintah
daerah peran staf ahli adalah sebagai
policy adviser bagi Kepala Daerah.
Paling tidak ada 3 (tiga) alasan
mengapa keberadaan staf ahli pemerintah
daerah diperlukan : (1) Meningkatnya kompleksitas persoalan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah;
(2) Adopsi nilai-nilai demokrasi yang
membuat pemerintah daerah harus makin transparan, responsif dan partisipatif di dalam membuat
kebijakan; (3) Makin terbatasnya
berbagai sumberdaya yang menuntut penggunaan sumberdaya tersebut secara bijak dengan perumusan
kebijakan yang akurat.
Namun pada kenyataannya ada
anggapan yang berpendapat, bahwa jadi staf ahli berarti masuk kotak. Namun ada
juga yang menganggap jadi staf ahli artinya sedang diparkir sementara, sambil
menunggu jabatan SKPD yang lowong. Setelah ada jabatan yang lowong, maka
pejabat yang bersangkutan dikembalikan ke SKPD kembali. Selain itu jabatan dari
staf ahli adalah jabatan yang tidak jelas karena kepala pemerintah jarang
menggunakan stah ahli dalam menentukan suatu kebijakan yang vital malah lebih
banyak berkoordinasi dengan wakil kepala pemerintahn dan sekretarisnya sendiri
Hal ini akan hanya membuang-
buang anggaran dalam belanja pegawai karena fungsi yang tidak jelas karena
tupoksi tidak begitu terlihat walaupun diaturan semua itu jelas namun pada
kenyataan kita lihay nbanyak staf ahli adalah buangan dari skpd yang tidak
memiliki kompetensi yang diletakkan dalam unsure staf ahli
Bila hal ini terus di pertahankan
malah akan terjadi pemborosan pengeluaran mengaji orang yang tidak berkompeten
dalam organisasi dengan golongan tinggi dan eslon yang yang tinggi bagusnya
kita gunakan untuk membangun dan meningkatatkan kesejahteraan masyarakat karena
yang lebih penting dalam suatu daerah
Namun sebenarnya anggapan
tersebut tidak benar, karena staf ahli memiliki peranan penting dalam
memberikan masukan terhadap kebijakan daerah seorang walikota/bupati, Merujuk
pada PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Pasal 36 ayat (3) PP Organisasi
Perangkat Daerah menyebutkan staf ahli diangkat dan diberhentikan oleh
gubernur, bupati/walikota dari pegawai negeri sipil.
Mereka dikoordinir oleh Sekretaris Daerah
(Sekda). Secara struktural, staf ahli gubernur masuk eselon II a, sedangkan
staf ahli bupati/walikota masuk eselon II b. Tugas dan fungsi staf ahli
sepenuhnya diserahkan kepada kepala daerah. Syaratnya, tugas dan fungsi mereka
harus di luar tugas dan fungsi perangkat daerah yang ada. Staf ahli berperan mengurai jalur birokrasi
yang berbelit-belit jika seorang kepala daerah ingin menjalankan program. Jika
semata-mata mengandalkan birokrat, bisa saja program kepala daerah tidak
terlaksana dengan baik.
Hal perlu kita disadari bahwa
setiap organisasi memiliki tugas dan funsinya sendiri dalam ranah suatu
pemrintahan , meraka yang diamanatkan berarti mampu menduduki dan memberikan
arah perubahan terhadap suatu pemerintahan, namun pada kenyataannya kita lihat
contoh dari unsur staf ahli itu sendiri
banyak memandanng sebelah mata kepala
Jarangnya kepala pemrintah
menggunakan stah ahli dalam mengatur sebuah kebijakan membuat staf ahli jarang
menggunakan perannya dalam memberikan tanggapan dalam mengarahkan kepala daerah
dalam menentukkan kebijakan
dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Staf Ahli
Kepala Daerah se-Indonesia yang merupakan forum komunikasi staf ahli kepala
daerah se-Indonesia. Dalam Rakernas ini
para staf ahli dapat bertukar pikiran, pengalaman yang akhirnya akan memberi
inspirasi para staf ahli untuk memberi masukan kepada para kepala daerahnya
masing-masing melalui telaahan-telaahan.
Rakernas kelima dilaksanakan
tanggal 13 sampai 15 Juni 2011 di Swiss-Belhotel Maleosan, Manado. Dimana pembukaan dilakukan oleh Sekjen
Kemendagri, Ibu Diah Anggraeni, bertempat di Guest House Gubernuran Bumi
Beringin, Manado Senin, 13 Juni 2011, pukul 19.30 WITA. Dalam sambutannya Ibu Diah mengatakan, bahwa
bahwa tujuan Rakernas kali ini adalah untuk meningkatkan kapasitas/kemampuan
staf ahli kepala daerah yang meliputi kelembagaan dan individual dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas dan kewajiban kepala daerah secara maksimal dalam
upaya-upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.
Sebagaimana diketahui bahwa
percepatan penanggulangan kemiskinan merupakan issu strategis dan sekaligus
menjadi prioritas pembangunan nasional Tahun 2009-2014 yang harus tertuang
dalam setiap rencana kerja daerah. Hal
ini sejalan dengan Tema Rakernas, yakni “Meningkatkan kapasitas staf ahli
kepala daerah dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan”.
Beberapa dirjen yang menjadi
narasumber dalam Rakernas tersebut diantaranya,
Pengarahan oleh Sekjen Kemendagri, Pemaparan makalah/materi seminar
masing-masing, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dirjen Bina Pembangunan
Daerah, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dirjen Otonomi Daerah, Dirjen
Kesbangpol dan Dirjen Keuangan Daerah. Selain itu juga dilakukan sesi diskusi ,
yang ditutup dengan Perumusan
rekomendasi yang akan disampaikan kepada Mendagri berkaitan dengan penguatan
kelembagaan dan personil Staf Ahli Kepala Daerah. Peserta Rakernas cukup
banyak, yakni sejumlah 435 orang yang terdiri dari staf ahli gubernur, staf
ahli bupati dan kepala biro umum provinsi.
Tapi yang jelas bagaimana kepala
daerah dan stafahli menyikapai ini semua, apabila kepala pemerintah paham
dengan tupoksi staf ahli mereka akan mencari orang yang tepat untuk menduduki
jabatn tersebut membantunya dalam menalisis seatu kebijakan tapi jika tidak,
semua akan sama bahwa jabatan stafahli hanyalah jabatan masuk kotak dan tidak
layak lagi dalam menjadi unsure organisasi pemritahan dan perlu direvisi
kembali, begitupun dengan oarng- orang yang berada dalam unsur staf ahli bila
apabila mereka beranggapan kalau mereka itu penting merekan akan bekerja denga
kompetensen untuk mewujudkan pemerintahan yang ideal tapi jika tidak sama hanya akan malah mengganggu
roda pemerintahan saja, malah lebih baik anda pesiun saja dari pada menhabisin
uang Negara
pertanyaan masih layakkan adanya stah ahli dalam organisasi pemrintahan ???
silahkan berpendapat
namun sesuai dengan norma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar